LEARN / ARTICLE

Bagaimana Polusi Udara di Dalam Kantor Memengaruhi Kinerja Pegawai


WRITTEN BY

nafas Indonesia

PUBLISHED

03/08/2023

LANGUAGE

EN / ID

English / Indonesia


Baru-baru ini kami telah merilis "Bangunan Kita Membuat Kita Sakit" yang sebagai cerminan hasil penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun oleh tim Nafas untuk lebih memahami dampak polusi udara terhadap kehidupan kita sehari-hari.

Sekilas Tentang Data Kualitas Udara

Jika kalian kurang familiar dengan kualitas udara, mari berkenalan dengan angka-angka dan warna-warna yang akan sering kalian lihat.

Apa sebetulnya arti angka-angka tersebut? Nafas mengukur konsentrasi PM2.5 di udara dalam satuan µg/m3. Standar yang dikeluarkan WHO untuk paparan PM2.5 bagi manusia adalah 5 µg/m3. Sebagai referensi, rata-rata Jakarta pada bulan Juli 2023 adalah 47 µg/m3.



Lalu apa arti warna-warna di atas? Nafas menggunakan skala US EPA sebagai parameter kualitas udara karena pertimbangan skala ini merupakan salah satu yang paling ketat dan juga diakui di seluruh dunia. Kalian bisa lihat perbedaan skala US EPA dengan skala ISPU yang digunakan di Indonesia dan skala China di bawah ini.



Setelah mengetahui cara mengukurnya, sekarang kita akan melihat sejauh apa dampak polusi udara dari luar yang masuk ke dalam bangunan dapat mempengaruhi kinerja kita di dalamnya.

Memahami PM2.5 dan Dampak Inflamasi Pada Tubuh

PM2.5 merupakan partikel polusi berukurang sangat kecil (2,5 mikrometer atau kurang). Partikel-partikel kecil ini berasal dari segala aktivitas ‘pembakaran’, seperti emisi kendaraan, pembangkit listrik, hingga pembakaran sampah. Saking kecilnya, PM2.5 dapat dengan mudah terhirup hingga masuk ke paru-paru dan terbawa ke aliran darah kita sehingga menyebabkan inflamasi sistemik.



Respon inflamasi ini dipicu oleh sistem kekebalan tubuh saat ada partikel asing yang masuk sehingga melepaskan mediator pro-inflamasi untuk melawannya. Paparan PM2.5 dalam jangka panjang dapat menyebabkan peradangan kronis, yang telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit pernapasan dan kardiovaskular.

Penelitian terbaru dari banyak universitas seperti Harvard dan MIT telah menemukan bahwa PM2.5 juga memiliki dampak jangka pendek yang signifikan, terutama pada kinerja pernapasan dan kognitif kita.

Pemain catur membuat 26% lebih banyak kesalahan saat polusi tinggi?

Sebuah studi berjudul "Kualitas Udara Dalam Ruangan dan Pengambilan Keputusan Strategis" yang dilakukan oleh para peneliti di MIT meneliti dampak polusi udara, khususnya PM2.5, pada kinerja pemain catur. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan yang jelas antara tingkat PM2.5 yang lebih tinggi dan penurunan kinerja di antara para pemain catur.



Para peneliti menemukan bahwa peningkatan PM2.5 di dalam ruangan sebesar 10 μg/m3 meningkatkan kemungkinan salah langkah yang dibuat pemain sebesar 26,3%.

Sebagai gambaran, mari kita lihat data kualitas udara dalam ruangan dari lingkungan kantor yang dikenal memiliki tingkat stres kerja tinggi, yaitu perusahaan penanam modal (venture capital).



Tingkat PM2.5 terendah selama jam kerja terpantau sebesar 8 µg/m3 pada Mei 2023. Namun, menuju paruh kedua bulan Mei, rata-rata harian meningkat sebesar 40 µg/m3 menjadi 48 µg/m3!

Kami bukannya mengatakan bahwa dengan kualitas udara seperti ini maka kemungkinan kalian membuat keputusan buruk melojak menjadi 105%, namun sudah sewajarnya kalau data ini membuat kalian refleksi tentang dampak polusi terhadap kinjerja di kantor.

Kinerja pegawai turun 80% karena polusi tinggi?

Studi CogFX yang dilakukan oleh Harvard Healthy Buildings Program bertujuan untuk memahami efek polusi udara dalam ruangan, termasuk PM2.5 terhadap kinerja kognitif. Studi ini melibatkan pegawai kantor dari Thailand, India, China, AS, Inggris, dan Meksiko yang melakukan berbagai tugas kognitif di lingkungan kerja mereka.

Studi ini menemukan fakta bahwa pegawai kantor menunjukkan penurunan kinerja hingga 80% saat menjalankan tugas-tugas yang memerlukan kemampuan berpikir (kognitif) saat PM2.5 berada di atas 12 µg/m3.

“Dunia sudah tepat fokus pada (penanganan) COVID-19 yang mencakup strategi seperti ventilasi dan filtrasi yang lebih baik demi memperlambat laju penyebaran penyakit infeksi di dalam ruangan.”

Dr. Joseph Allen, Pendiri Harvard Healthy Buildings Institute.

Mari kita lihat data kualitas udara dari dua kantor di Jakarta untuk melihat gambaran penelitian Dr. Allen jika dilakukan di kota ini.



Yang pertama adalah kantor penanam modal di SCBD—sama seperti yang kami gunakan sebelumnya untuk perbandingan data pemain catur. Kali ini kami menggunakan data bulan Juli 2023 dan jelas terlihat masalah besar, yaitu kualitas udara di dalam ruangan.



Sebuah perusahaan media di wilayah Kuningan, Jakarta, kualitas udara dalam ruangannya selama jam kerja terlihat jauh melampaui batas aman PM2.5 menurut studi CogFX.

Paparan PM2.5 dapat mengurangi produktivitas sebesar 6% atau lebih?

Sebuah studi dari USC pada tahun 2016 yang berfokus pada dampak PM2.5 pada produktivitas dan pengambilan keputusan di fasilitas pabrik, mengidentifikasi bagaimana penurunan kualitas udara di dalam fasilitas pengemasan buah pir menyebabkan para pekerja mendapatkan penghasilan yang lebih rendah.

Mereka menemukan bahwa setiap kali PM2.5 meningkat sebesar 10 µg/m3 di atas dasar 15 µg/m3, produktivitas akan menurun sebesar 6%. Sebuah kantor di area SCBD Jakarta - kualitas udara dalam ruangan selama jam kerja di Juni 2023 jauh melampaui ambang batas berbagai tingkat kerugian produktivitas yang disorot dalam studi USC.

Mari kita lihat data kantor lainnya:



Ini adalah sebuah perusahaan periklanan multinasional yang berkantor di bilangan Kuningan. Terlihat jelas bahwa kualitas udara dalam ruangan di bulan Juni 2023 berpotensi menyebabkan kerugian produktivitas dalam perusahaan.

Jadi, bagaimana seharusnya kualitas udara di dalam gedung kantor?

Begini seharusnya kualitas udara dalam ruangan kantor

Baik studi Harvard dan USC menemukan bahwa dampak langsung terhadap kinerja atau produktivitas di atas tingkat PM2.5 dalam ruangan sebesar 12 ug/m3 dan 15 ug/m3 - kebetulan, tingkat ini dianggap "Baik" dalam skala EPA AS dan ISPU.

Untuk mencapai hal ini di kota-kota yang berpolusi tinggi, seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya, gedung-gedung perlu menerapkan strategi filtrasi yang ditingkatkan.

Itulah mengapa Nafas mengembangkan layanan berlangganan Clean Air Zone yang dapat menjaga kualitas udara dalam ruangan kantor tetap sehat tanpa usaha yang ekstra. Melalui pengembangan selama bertahun-tahun, Nafas telah merancang ekosistem yang dapat membantu perusahaan mengukur tingkat polusi udara di dalam kantor, membersihkan udaranya, hingga mendapatkan sertifikasi yang dapat diajukan untuk memenuhi penilaian ESG di platform-platform seperti GRI, MSCI, Sustainlytics, Moody's, dan banyak lagi.



Tertarik menjadi Clean Air Zone? Kalian cukup lakukan 3 langkah mudah berikut:
1. Nafas melakukan diagnosis dan mengeluarkan AirScore di setiap lokasi yang diperiksa
2. Berdasarkan AirScore, Nafas akan menyediakan rancangan tindakan dan proposal berlangganan.
3. Nafas memasang perangkat ekosistem udara sehat otomatis, melakukan kalibrasi, dan menyediakan laporan berupa data di dasbor pribadi.

Bagian terbaik adalah kami yang akan melakukan semuanya untuk Anda!

Penasaran melihat hasil kualitas udara di dalam kantor-kantor tersebut setelah menjadi Clean Air Zone? Simak datanya di bawah!







Becoming a Clean Air Zone is So Easy

Interested in ensuring healthy air quality in your office at all times? Feel free to contact us at [email protected] or click the link below. Let's join our mission to make clean air the standard in our offices!