LEARN / BLOG

Bagaimana polusi PM2.5 mempengaruhi risiko ADHD dan autisme pada anak-anak?


WRITTEN BY

Anggid Primastiti

PUBLISHED

12/10/2022

LANGUAGE

EN / ID

English / Indonesia


Ketika berbicara tentang polusi udara, kesehatan anak-anak sering diabaikan. Banyak orang menyadari bahwa polusi udara menyebabkan penyakit jantung dan kanker paru-paru pada orang dewasa, tetapi hanya sedikit yang menyadari bagaimana hal itu mempengaruhi anak-anak.

🧐 Pada artikel ini, kamu akan belajar tentang:

  • Bagaimana PM2.5 yang terhirup dapat merusak sel-sel di otak dan mengubah ukuran otak anak yang sedang berkembang?
  • Bagaimana risiko anak-anak yang terpapar polusi PM2.5 tinggi terhadap Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)?
  • Bagaimana keterkaitan antara paparan PM2.5 dan peningkatan risiko Autism Spectrum Disorder (ASD) pada anak-anak, khususnya selama trimester ketiga kehamilan atau anak usia dini?


Beberapa penelitian yang telah dipublikasikan dalam beberapa tahun terakhir mengkonfirmasi adanya hubungan antara polusi udara dan kesehatan mental yang buruk pada anak-anak, seperti ADHD, depresi, dan kecemasan. Hal ini menambah pemahaman kita yang semakin berkembang tentang PM2.5 dalam polusi udara - partikel yang sangat kecil dan dapat dihirup dari mobil dan pembangkit listrik - berdampak pada otak kita.


Apa efek PM2.5 terhadap tubuh dan otak anak?

PM2.5, partikel kecil di polusi udara yang berukuran 30 kali lebih kecil dari lebar rambut manusia, dapat masuk ke dalam tubuh melalui hidung dan mulut ketika kita bernapas. Bersama udara, ia akan terangkut menuju alveoli, kantung-kantung udara kecil yang terletak di bagian terdalam paru-paru. Karena ukurannya yang sangat kecil, partikel ini akan berdifusi melalui dinding alveolar ke dalam aliran darah, kemudian diangkut oleh darah ke semua organ tubuh. Hal ini tentu akan mengganggu fungsi normal organ-organ penting, seperti otak yang sedang berkembang.

Begitu berada di otak anak yang masih berkembang, partikel merusak sel-sel otak. Faktanya, tingkat pertumbuhan otak paling tinggi sesaat setelah lahir, tetapi perkembangannya terus berlanjut sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, dan otak memainkan peran penting dalam ingatan, rentang perhatian, kontrol emosi, dan interaksi sosial anak. Akibatnya, perkembangan kognitif dan kemampuan belajar terganggu, yang dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi kesejahteraan dan potensi penghasilan di sepanjang rentang kehidupan, serta dapat menyebabkan penyakit neurodegeneratif di kemudian hari.

Yuk kita lihat video menarik berikut!

PM2.5 dapat mengubah ukuran otak anak yang sedang berkembang

Seperti yang sudah kita ketahui, neuron dalam otak anak-anak tumbuh dan memangkas dengan kecepatan yang luar biasa pada usia muda ini. Otak mereka ingin mengembangkan jalur yang efisien saat tumbuh. Jika paparan PM2.5 mengubah jalur ini, bagian otak yang berbeda akan menjadi dewasa dan membentuk koneksi pada tingkat yang berbeda sehingga berpotensi menyebabkan perbedaan individu di kemudian hari. Studi menemukan perbedaan yang signifikan antara anak-anak yang sangat terpapar PM2.5 dan mereka yang tidak. Tampaknya, area yang terkait dengan emosi lebih besar pada anak-anak yang sangat terpapar, sementara area lain yang terkait dengan fungsi kognitif lebih kecil.


PM2.5 dapat menyebabkan risiko ADHD pada anak-anak

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan berupa sulit memusatkan perhatian dan mudah terdistraksi. Ini adalah salah satu gangguan perkembangan saraf yang paling umum pada anak-anak. Selama ini, sudah banyak riset yang menunjukkan adanya korelasi antara ADHD dan paparan PM2.5 pada anak.

📖 Studi dari Denmark di antara 809.654 anak mempelajari peningkatan risiko ADHD pada paparan PM2.5 dengan konsentrasi harian antara 8,1 hingga 26,4 μg/m3. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa rasio tingkat kejadian untuk ADHD meningkat 1.51 kali lipat per 5 μg/m3 peningkatan PM2.5.

📕 Sebuah studi dari Thailand menunjukkan bahwa risiko ADHD meningkat secara dramatis pada paparan PM2.5 di atas 16 μg/m3 selama awal kehidupan setelah kelahiran.

Lihatlah grafik berikut! 

Kita bisa melihat bahwa kualitas udara di beberapa kota di Indonesia masih jauh lebih tinggi daripada konsentrasi pada studi yang telah disebut sebelumnya dan batas PM2.5 oleh WHO, dengan kualitas udara di Bandung sebesar 9,2x lebih tinggi dari batas WHO.


Paparan PM2.5 yang berlebihan dapat meningkatkan risiko gangguan spektrum autisme pada anak-anak, bahkan sebelum lahir

Anak-anak yang menghirup udara beracun mungkin berisiko lebih tinggi tumbuh dengan gangguan spektrum autisme (Autism Spectrum Disorder/ASD). Ini adalah kondisi yang ditandai dengan defisit komunikasi, kesulitan dengan interaksi sosial, dan perilaku berulang. Sebuah studi menemukan bahwa campuran polusi udara, terutama PM2.5 dan NO2, dikaitkan dengan memburuknya gejala ASD.

📚 Studi terbaru yang dilakukan di lima negara menemukan bahwa paparan 10 μg/m3 PM2.5 meningkatkan risiko ASD sebesar 64% selama masa kanak-kanak awal dan sebesar 31% selama periode prenatal. Risiko terbesar ditemukan selama trimester ketiga kehamilan. Hal ini cukup memprihatinkan tidak hanya bagi anak-anak, tetapi juga bagi wanita hamil.


Anak-anak tidak bisa memilih

Saat mengatasi polusi udara, sangat penting untuk mempertimbangkan kesehatan anak-anak kita. Penyakit yang berhubungan dengan polusi udara akan berdampak jangka panjang pada kesehatan mereka. Oleh karena itu, lingkungan sehat dengan kualitas udara yang baik juga harus dipertimbangkan.

Faktanya, anak-anak memang menghirup polusi udara lebih banyak daripada orang dewasa, melihat aktivitasnya banyak dihabiskan di luar ruangan. Terlebih lagi, anak-anak harus pergi ke sekolah setiap pagi dan mereka akan bermain di luar kelas selama waktu istirahat. Kualitas udara pagi yang umumnya cenderung buruk ini memicu mereka lebih banyak terpapar polusi udara — cari tahu alasan buruknya udara pada malam dan pagi hari di sini.

Kamu dapat melihat seberapa buruk rata-rata kualitas udara di DKI Jakarta dari gambar berikut. Daerah dengan polusi udara terendah di DKI Jakarta, yaitu Gondangdia, mencapai 40 μg/m3 pada jam 07.00 - 09.00.

Hal ini juga terjadi di Bandung. Coba lihat grafik berikut!

Secara rata-rata, polusi udara di Bandung mencapai 70 μg/m3 pada jam 07.00-09.00.


Kamu bisa melindungi anak-anak dari polusi udara dengan melakukan tips berikut ini

  • Periksa kualitas udaramu secara rutin dengan aplikasi nafas (gunakan fitur ‘Simpan Favorit’ untuk mengetahui kondisi udara di lokasi anak berada)
  • Tetap berada di dalam rumah ketika polusi udara tinggi
  • Kenakan masker yang tepat jika anak harus keluar rumah
  • Pasang alat pembersih udara dengan filter HEPA di rumah jika memungkinkan
  • Konsumsi makanan dan minuman yang tinggi vitamin C, E, dan antioksidan Omega-3

Ingin lebih merasakan manfaat dari aplikasi nafas? Klik disini untuk memaksimalkan pengalamanmu bersama kami.