LEARN / BLOG

Bagaimana pola angin dan kondisi geografi dapat membuat kualitas udara berbeda di Pulau Jawa?


WRITTEN BY

Anggid Primastiti

PUBLISHED

17/10/2022

LANGUAGE

EN / ID

English / Indonesia


Ada fenomena dalam 2 minggu terakhir, dimana kualitas udara di beberapa kota terpantau tidak sehat dari malam hingga pagi hari, seperti Jabodetabek, Bandung, Semarang, dan Surabaya.

Sebagaimana mestinya, sudah menjadi fakta yang diketahui bersama bahwa kualitas udara di malam hari lebih buruk daripada siang hari. Mungkin beberapa kalian juga baru tau tentang ini! Hal ini karena adanya Planetary Boundary Layer di udara membuat polutan sulit menyebar. Mari kita lihat gambar ini!

Pada siang hari, Planetary Boundary Layer (Lapisan Batas Planet) menjadi luas dan memiliki banyak ruang bagi partikel polusi ini untuk bergerak, menyebabkan konsentrasinya menjadi sedikit. Inilah sebabnya polusi udara pada siang hari mungkin lebih rendah daripada malam hari, meskipun banyak kendaraan yang beroperasi di jalan. Sebaliknya, pada malam hari, Planetary Boundary Layer menjadi dangkal dan memiliki sedikit ruang bagi partikel-partikel polusi ini untuk bergerak, menyebabkan mereka terkonsentrasi dan membuat tingkat polusi udara lebih tinggi di tengah malam.

Namun, rupanya, fenomena ini (malam: udara buruk) tidak berlaku untuk Yogyakarta, Malang, dan Bali - kota-kota di bagian selatan pulau. Kota-kota ini tetap berwarna hijau dan berkualitas baik dari malam hingga pagi hari. Apa yang terjadi?


Di Pulau Jawa: Kualitas udara di bagian selatan > kualitas udara di bagian utara

Coba lihat peta di bawah ini!

Jika kamu perhatikan, kota-kota berkualitas udara yang buruk banyak berlokasi di daerah utara Pulau Jawa, sedangkan kota yang berada di daerah selatan Pulau Jawa memiliki kualitas udara sebaliknya. Tak hanya itu, hal ini terjadi di malam hari hingga siang hari. Bagaimana bisa hal ini terjadi?


Arah dan kecepatan angin memengaruhi kualitas udara di lokasi

Salah satu faktor terbesar yang memengaruhi kualitas udara di suatu tempat adalah arah dan kecepatan angin. Mari kita lihat arah pergerakan angin di bawah!

Angin terlihat bergerak dari arah selatan, terbang membawa polutan yang menumpuk dan membersihkan langit di kota-kota di bagian selatan. Semakin kencang angin bertiup, semakin banyak polusi udara yang terdispersi.


Gunung-gunung menghalangi angin dari arah selatan

Tiupan angin ini tak sampai ke kota di daerah utara karena diblok oleh gunung di antara selatan dan utara Pulau Jawa.

🗻 Sisi Selatan Jabodetabek dihalangi oleh Gunung Salak, Gunung Pangrango, dan dataran tinggi Bogor

🗻 Sisi Selatan Bandung dikelilingi Gunung Cikuray dan gunung-gunung lainnya

🗻 Sisi Selatan Semarang dikelilingi Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing

🗻 Sisi Selatan Surabaya dikeliling Gunung Bromo dan gunung-gunung lainnya

Oleh karena itu, kota-kota di daerah utara tak terkena angin kencang dari arah selatan, menyebabkan polusi udara tetap berkumpul dan konsentrasinya tetap tinggi.

Coba lihat grafik ini!

Dari grafik itu, kita bisa melihat bahwa Yogyakarta yang dekat dengan pantai selatan memiliki kualitas udara yang lebih baik daripada Semarang saat malam hingga pagi hari saat kondisi sedang berangin. Gunung-gunung tersebutlah yang menahan angin ini untuk terbang hingga wilayah utara, menyebabkan polusi udara tidak terdispersi.


Angin berpengaruh besar terhadap kualitas udara

Angin dapat menghanyutkan polusi, terutama partikel PM2.5 ketika angin bertiup. Jika angin tenang, polutan tidak dapat menyebar, sehingga konsentrasi polutan ini meningkat. Di sisi lain, kecepatan angin yang lebih tinggi biasanya diterjemahkan ke dalam dispersi polutan udara yang lebih besar, menghasilkan konsentrasi polusi udara yang lebih rendah di daerah berangin.

Beberapa dari Anda mungkin tahu 'hijau' yang terjadi di kota-kota selatan Jawa - dipicu oleh skala angin yang lebih besar. Salah satunya dikenal sebagai angin Monsun, pola angin khusus di Indonesia. Selama musim kemarau, angin Monsun Timur, datang dari Australia ke Asia. Selama musim hujan, angin Monsun Barat, yang melakukan sebaliknya. 

Dalam hal ini, pada bulan September kita mengenalnya sebagai musim pancaroba. Pada musim pancaroba, angin bisa bergerak dengan sangat dinamis. Tim Nafas mengamati angin kencang bertiup dari Australia menuju Jawa. Angin kencang ini berhembus saat atmosfer stabil (di malam hari), menyebabkan PM2.5 yang biasanya terakumulasi menjadi tersebar dan berkurang konsentrasinya di udara. Dengan demikian, kita bisa melihat warna hijau pada malam hari di selatan Jawa, menandakan kualitas udara yang baik.


Terus meningkatkan kualitas udara yang kita hirup

Kita tahu bahwa kualitas udara selalu berubah-ubah, tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, pencegahan paparan ketika kualitas udara tidak baik menjadi langkah tepat guna terhindar dari bahaya PM2.5. Berikut beberapa tips yang dapat kamu terus terapkan secara rutin:

  • Selalu pantau kualitas udara sebelum beraktivitas dengan aplikasi Nafas. Nafas memberikan rekomendasi tindakan pencegahan yang dapat Anda lakukan berdasarkan kualitas udara di lokasi Anda.
  • Kurangi aktivitas di luar ruangan ketika kualitas udara tidak sehat. Jika Anda harus beraktivitas di luar ruangan, selalu lindungi diri Anda dengan mengenakan masker N95.
  • Pertimbangkan untuk menggunakan pembersih udara dengan filter HEPA untuk menghilangkan partikel udara di rumah Anda dan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan Anda.

👨‍👧‍👦 Mulailah kebiasaan hidup sehat dengan meningkatkan kualitas udara dan lingkungan bersih bersama Nafas!