LEARN / BLOG

Polusi Udara di Musim Kemarau: Ancaman Kesehatan, Terutama bagi Kelompok Rentan


WRITTEN BY

Nafas Indonesia

PUBLISHED

08/08/2025

LANGUAGE

EN / ID

English / Indonesia


Indonesia menghadapi tantangan besar terkait kualitas udara, di mana polusi udara menjadi risiko serius bagi kesehatan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, Indonesia kini memasuki musim kemarau sejak Mei 2025. Data historis menunjukkan bahwa selama musim kemarau, tingkat polusi udara melonjak ke level yang sangat tinggi, bahkan berkali-kali lipat lebih buruk dibandingkan musim hujan.

Pembunuh Senyap Saat Kita Terlelap

Data dari jaringan pemantauan udara Nafas menunjukkan bahwa tingkat polusi tinggi sering terjadi pada malam hari. Saat sebagian besar dari kita tertidur, kita tidak menyadari bahwa kualitas udara di luar rumah telah mencapai tingkat yang tidak sehat. Kondisi ini tidak hanya terjadi di wilayah Jabodetabek, tetapi juga di daerah lain seperti Bandung, Semarang, dan Surabaya.

(Polusi udara dari Juni hingga Juli 2025)

Dampak Kesehatan: Keterkaitan yang Jelas dengan Penyakit Pernapasan

Polusi udara memiliki dampak langsung dan mengkhawatirkan terhadap kesehatan, terutama meningkatkan risiko penyakit pernapasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko jangka pendek akibat paparan polusi udara memiliki berbagai dampak pada kesehatan kita. Setiap kenaikan 10 µg/m³ PM2.5 dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit pernapasan sebagai berikut:

Meskipun polusi udara memengaruhi semua orang, ada kelompok yang sangat rentan, seperti bayi, anak-anak, ibu hamil, lansia, dan individu dengan kondisi bawaan yang berkaitan dengan kualitas udara. Banyak masyarakat menyuarakan kekhawatiran tentang dampaknya pada anak-anak, sering kali mengatakan bahwa “banyak anak terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)” akibat kualitas udara yang buruk, menegaskan bahwa kita “belum terbebas dari polusi udara.”

Sebuah white paper yang dikembangkan bersama oleh Nafas, DBS Foundation, dan Universitas Indonesia berjudul "Polusi Udara dan Pneumonia di Jakarta" menyoroti keterkaitan antara polusi udara dan pneumonia. Laporan ini mengungkapkan bahwa satu dari dua puluh anak di bawah usia lima tahun terkena pneumonia, dengan polusi udara sebagai salah satu faktor penyebabnya.

White paper lainnya, hasil kolaborasi antara Nafas dan Halodoc, menunjukkan bahwa polusi udara dapat menyebabkan peningkatan diagnosis penyakit pernapasan hingga 34%. Risiko kesehatan yang semakin tinggi ini menjadi kekhawatiran publik yang terus berlangsung, terutama selama musim kemarau saat tingkat polusi meningkat—memunculkan pertanyaan seperti, “Apakah warga dalam keadaan sehat?”

Apa yang Bisa Kita Lakukan dalam Kondisi Ini?

Polusi udara bersifat fluktuatif. Berikut adalah beberapa tindakan yang disarankan selama periode polusi tinggi:

  • Cek Kualitas Udara Secara Rutin
    Gunakan aplikasi pemantau kualitas udara untuk mengetahui tingkat polusi di sekitar Anda.

  • Gunakan Masker
    Saat berada di luar ruangan, pertimbangkan untuk menggunakan masker respirator seperti N95 untuk menyaring partikel berbahaya.

  • Pindahkan Aktivitas ke Dalam Ruangan
    Aktivitas di dalam ruangan akan lebih terlindungi dari polusi berbahaya karena saat ini banyak tempat yang telah dikelola dan dimonitor dengan Clean Air Zone dari Nafas. Ini bukan sekadar pemurnian udara—melainkan ekosistem lengkap yang menjadikan ruang indoor benar-benar aman dan sehat untuk bernapas.