LEARN / BLOG

Polusi Udara: Yang Luput dari Debat Cawapres Soal Lingkungan Hidup


WRITTEN BY

Nafas Indonesia

PUBLISHED

24/01/2024

LANGUAGE

EN / ID

English / Indonesia


Debat calon wakil presiden pada Minggu (21/1) lalu bertema besar soal lingkungan hidup dan terbagi dalam 6 subtema, yaitu Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup, Sumber Daya Alam dan Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat, serta Desa. Masalah besar yang justru dihadapi masyarakat sehari-hari, yaitu polusi udara, justru tidak mendapatkan porsi pemabahasan yang layak oleh ketiga calon wakil presiden.

Hal ini sungguh disayangkan, mengingat tingginya urgensi dan dampak masalah polusi udara terhadap berabagai aspek kehidupan kita, mulai dari kesehatan, produktivitas, hinggal ekonomi.

Memang segenting apa, sih, masalah polusi udara sampai kita merasa perlu untuk menuntuk para calon pemimpin negeri ini memberikan perhatian yang serius? Simak selengkapnya di bawah ini!

Rata-rata Tahunan yang Melampaui Batas Rekomendasi

Melihat kembali ke tahun lalu, rata-rata kualitas udara kita tidaklah baik. Dengan tingkat PM2.5 tahunan di angka 39 µg/m3, kualitas udara tahun jauh melampaui pedoman tahunan WHO, hingga 8 kali lipatnya!

Bahkan, peringkat kota paling berpolusi di jaringan sensor Nafas pada 2023 menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Jabodetabek dan Bandung Raya masuk semuanya di peringkat 7 besar dengan rata-rata tingkat polusi 38-48 µg/m3, atau mencapai lebih dari 3x Baku Mutu Udara Ambien (BMUA) Nasional!

Data ini menunjukkan perlunya penanganan polusi udara antar pemerintah daerah. Tak hanya itu, dampak polusi udara terhadap kesehatan pun tidak main-main.

BPJS Menghabiskan 17,8 Triliun Rupiah untuk Menangani Penyakit Pernapasan Akibat Polusi Udara

Rp17,8T tentunya angka yang sangat besar. Terdapat lima penyakit yang memiliki beban klaim BPJS penyakit pernapasan yang terkait polusi udara, di antaranya adalah pneumonia (Rp8,7T), tuberkulosis (Rp5,2T), penyakit paru obstruktif kronik (Rp1,8T), asma (Rp1,4T), dan kanker paru (Rp766M).

Selain itu, jika selama ini polusi udara dipercaya sebagai pembunuh dalam senyap karena dampak kesehatannya jangka panjang, hasil studi gabungan antara Nafas dan Halodoc menemukan fakta baru.

Tingginya tingkat polusi periode Juni-Agustus di Jabodetabek, memberikan dampak kesehatan jangka pendek terhadap warganya. Beberapa temuan studi ini antara lain:

  • Keluhan penyakit pernapasan naik hingga 34% setiap polusi udara meningkat 10 μg/m3
  • Risiko penyakit pernapasan meningkat dalam waktu 12 jam setelah polusi tinggi (>55 μg/m3)
  • Kasus bronkitis dan asma naik 5x lipat dalam 48 jam
  • Kelompok sensitif (0-17 thn, >55 thn) paling berisiko sakit pernapasan hingga 48%

Amat disayangkan polusi udara luput dari pembahasan di Debat Cawapres bertema lingkungan hidup pada Minggu (21/1) lalu.

Saat ini mungkin udara bersih dan langit biru sedang sering ‘mampir’. Namun, selama sumber-sumber polusinya masih ada tanpa dibarengi strategi dan langkah komprehensif untuk mengatasinya, selama itu pula impian kita untuk menghirup udara bersih sehari-hari akan terus bergantung pada hembusan angin dan kondisi atmosfer!