Langit Abu di Bawah Awan Hujan, Mengapa?
Suara rintik hujan di atas atap rumah seringkali membawa rasa lega—sebuah harapan akan datangnya udara yang lebih bersih. Tetapi, ekspektasi akan kualitas udara yang lebih baik secara instan setelah hujan seringkali mengecewakan. Mulai muncul pertanyaan: mengapa langit tetap kelabu setelah hujan turun? Jawabannya terletak pada dinamika kompleks antara pergerakan atmosfer dan perilaku manusia.
Secara teori, hujan memang dapat membantu memindahkan dan membersihkan PM2.5 dari udara. Namun, efek air hujan tersebut hanya sementara. Setelah hujan selesai, masalah yang menjadi sumber polusi tersebut kembali. Emisi kendaraan, maraknya pembakaran sampah, dan pengaruh PLTU menjadi penyumbang kontaminasi udara yang cukup signifikan. Bersihnya udara yang dibawa oleh hujan menjadi pengingat bahwa solusi yang komprehensif dibutuhkan untuk mengatasi isu-isu yang ada di langit kita.
Data menunjukkan bahwa, terdapat peningkatan pada jam tidak sehat di beberapa daerah meskipun hari-hari yang turun hujan. Di Bekasi, terjadi peningkatan jam-jam periode merah dari 214 jam pada September menjadi 259 jam pada Oktober. Di sisi selatan Jabodetabek, Bogor juga mengalami peningkatan jam-jam tidak sehat, bahkan hampir dua kali lipat dari bulan September. Hal yang sama berlaku untuk Depok dan DKI Jakarta. DKI Jakarta memiliki tingkat perubahan jam tidak sehat tertinggi dengan persentase sebesar 94%.
Memang, muncul tanda-tanda perbaikan pada November 2023. Meskipun terjadi fluktuasi tingkat PM2.5, data terbaru menunjukkan kecenderungan positif menuju akhir bulan. Peningkatan ini merupakan perkembangan yang menjanjikan dalam perjuangan menghadapi polusi udara.
Perjalanan menuju kualitas udara yang berkelanjutan masih berlangsung. Bersama, kita dapat membangun lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan untuk generasi mendatang. Jadikan Nafas teman belajar Anda untuk mengenal polusi udara!