Benarkah Polusi Udara Memicu Asma dan Gangguan Pernapasan
Parahnya polusi udara di ibu kota Jakarta rasanya mulai mengganggu masyarakat, terutama kesehatan tubuh. Beberapa bulan ini media massa banyak digemparkan oleh tingginya angka penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA) di Jakarta.
Menurut data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, total kasus ISPA yang terjadi selama Januari hingga Juni 2023 adalah sebanyak lebih dari 638.291 kasus. Secara lebih rinci, jumlah kasus penyakit ISPA di Jakarta per bulannya adalah 102.609 pada Januari, 104.638 pada Februari, 119.734 pada Maret, 109.705 pada April, 99.130 pada Mei, dan 102.475 pada Juni.
Apa itu ISPA?
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan istilah medis yang mengacu pada sekelompok penyakit yang memengaruhi bagian saluran pernapasan manusia, termasuk hidung, tenggorokan, laring, trakea, bronkus, dan paru-paru. Beberapa contoh penyakit yang termasuk ISPA adalah pilek, flu, bronkitis, faringitis, sinusitis, dan pneumonia. Meskipun beberapa penyakit ini seringkali bersifat jangka pendek dan mampu sembuh dengan sendirinya, tetapi dalam beberapa kasus, ISPA dapat menjadi serius, terutama pada kelompok sensitif (individu dengan sistem kekebalan yang lemah), seperti bayi, lansia, atau orang dengan penyakit kronis.
Bagaimana polusi udara bisa memicu penyakit ISPA?
Berbagai riset telah menunjukkan bahwa polusi udara dapat memicu dan memperparah penyakit yang berkaitan dengan saluran pernapasan. Sebagai contoh, PM2.5 dan ozon, polutan di udara yang bersifat toksik, dapat memicu asma karena dia dapat mengiritasi paru-paru. Paparan polutan tertentu dapat memicu stres oksidatif, suatu ciri yang terlihat pada asma yang parah.
Menurut Medical News Today, stres oksidatif adalah suatu kondisi di mana terdapat terlalu banyak molekul yang tidak stabil, yang dikenal sebagai radikal bebas, di dalam tubuh dan tidak cukup antioksidan (zat yang mencegah kerusakan sel) untuk menyingkirkannya. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan, seperti akibat peradangan dan hiperresponsif, pada saluran napas seseorang.
Hiperresponsif saluran napas adalah ketika saluran napas seseorang lebih sensitif terhadap rangsangan, seperti polutan, dan menyempit terlalu banyak sebagai respons. Polutan berbahaya yang terhirup ini dapat mengurangi fungsi paru-paru dan seringkali membuat seseorang merasa lebih sulit mengambil napas dalam-dalam.
Bagaimana kualitas udara di kota-kota di Indonesia saat ini?
Mari kita lihat kualitas udara di kota-kota ini bersama-sama!
Ternyata polusi PM2.5 selama 11 hari pertama di bulan Agustus 2023 terpantau cukup sering tinggi di mayoritas wilayah yang berada di jaringan sensor Nafas. Tim Nafas mencoba mengurutkan kota dengan polusi udara tertinggi hingga polusi udara terendah. Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa Tangerang Selatan memiliki kualitas udara yang paling buruk di antara kota lainnya yang terpasang sensor Nafas pada rentang tanggal 1 hingga 10 Agustus 2023.
Nah, sekarang coba kita lihat data dari tanggal 8 hingga 9 Agustus 2023 di gambar berikut!
Jika melihat data dari tanggal 8 hingga 9 Agustus 2023, kondisi polusi PM2.5 terpantau tinggi hampir seharian. Hanya beberapa daerah yang sempat membaik siangnya dalam durasi singkat. Merujuk studi kami, menunjukkan bahwa ada potensi peningkatan kasus penyakit pernapasan di Jabodetabek setiap harinya beberapa hari terakhir.
Berapa lama seseorang bisa mengalami gejala penyakit pernapasan setelah terpapar polusi PM2.5 tinggi?
Menurut Dr Aaron Bernstein (@DrAriBernstein), seorang dokter anak yang merangkap sebagai Director of the National Center for Environmental Health and Agency for Toxic Substances and Disease Registry (CDC), beliau berkata dalam sebuah wawancara di Washington Post bahwa, “Dampak kesehatan dari polusi udara dapat dirasakan beberapa jam atau beberapa hari setelah kita menghirupnya”.
Parahnya polusi udara ini berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Bahkan, beberapa hasil studi menunjukkan bahwa risiko kesehatan meningkat pada setiap kenaikan PM2.5 sebesar 10 µg/m3.
🚨 Kunjungan gawat darurat asma: (Fan et al., 2015)
1. Pada orang dewasa naik 1,7%
2. Pada anak-anak naik 3,6%
🚨 Kunjungan dokter untuk rawat jalan alergi rhinitis pada hari yang sama naik 0,47%. (Wang et al., 2020)
🚨 Risiko influenza dalam 6 hari naik 14,7%. (Zhang et al., 2022)
Untuk melengkapi data penelitian, Nafas melakukan studi gabungan bersama perusahaan telekonsultasi lokal pada Juni-Agustus 2022. Ada peningkatan kasus penyakit pernapasan di Jabodetabek dalam kurun waktu 6-17 jam setelah polusi tinggi:
1. Kasus asma meningkat 2 kali lipat
2. Kasus influenza meningkat 4-8 kali lipat
Apa yang harus kulakukan untuk terhindar dari paparan polusi udara?
Keresahan akan masalah polusi udara ini mungkin memang sudah banyak dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, pencegahan perlu terus dilakukan agar terhindar dari paparannya, khususnya bagi orang yang sudah memiliki riwayat penyakit pernapasan sebelumnya. Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K)., FISR., FAPSR., seorang Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi (Paru) dan Ketua Bidang Penanggulangan Penyakit Menular di Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), menganjurkan bahwa penduduk di wilayah berpolusi wajib melakukan medical check up secara berkala. Selain itu, lakukan hal berikut untuk membantu mengurangi risiko penyakit pernapasan akibat polusi udara:
1. Kurangi paparan polusi dengan menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah (kami merekomendasikan untuk menggunakan masker bertipe N95)
2. Kurangi paparan di dalam rumah dengan menutup ventilasi saat polusi tinggi
3. Perkuat imunitas dengan pola tidur teratur, makanan sehat, dan olahraga saat kualitas udara sedang baik