LEARN / BLOG

Banyak Pohon Belum Cukup Memperbaiki Kualitas Udara


WRITTEN BY

nafas Indonesia

PUBLISHED

10/08/2023

LANGUAGE

EN / ID

English / Indonesia


Sebagai makhluk hidup, udara bersih dan bebas dari polutan tentu menjadi kebutuhan pokok untuk bernapas dan tetap hidup. Manusia dan hewan membutuhkan oksigen di dalam udara, sedangkan pepohonan dan tumbuh-tumbuhan membutuhkan karbon dioksida untuk bertahan hidup. Namun, udara di sekitar kita tak hanya mengandung gas oksigen dan gas karbon dioksida, tetapi juga senyawa-senyawa kimia lainnya yang ‘belum tentu baik untuk dihirup’. Jika senyawa-senyawa lainnya ini ada di dalam udara dalam jumlah yang melebihi batas, kita dapat berkata bahwa udara kita tercemar oleh polusi udara.

Namun, bagaimana jika kita berada atau tinggal di daerah kawasan hijau?

"Tinggal di daerah hijau, rindang dan banyak pepohonan pasti aman dari polusi udara" mungkin menjadi kalimat yang pernah terbesit di pikiran kita ketika sedang berada di daerah penuh pepohonan, seperti taman atau kawasan penghijauan.

Padahal, asumsi tersebut tidak sepenuhnya benar. Mari kita simak alasannya! 👀

———————————————

💨 Ada dua bentuk polutan di udara: gas dan partikulat

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, udara kita mengandung senyawa atau zat-zat lain, yang jika melebihi batas ia disebut sebagai polutan. Ada dua bentuk polutan di udara: gas dan partikulat. Contoh gas adalah NOx, SO2, CO, and VOCs, sedangkan contoh partikulat adalah debu, pasir, dan jelaga. Partikulat yang lebih halus biasanya dibedakan berdasarkan diameternya, yaitu PM10 dan PM2.5. PM10 berukuran kurang dari 10 µm, sedangkan PM2.5 berukuran kurang dari 2,5 µm.

Karena ukurannya yang sangat kecil, World Health Organization menyoroti PM2.5 sebagai polutan yang berbahaya bagi kesehatan karena ia dapat terhirup dan menembus alveolus di paru-paru manusia. Gas dan partikulat ini menjadi komponen penting di udara yang diukur oleh sensor Nafas sebagai polusi udara, penentu baik atau buruknya kualitas udara.

🌿 Pohon hanya mampu bekerja untuk gas, bukan partikulat

Daun pada pohon hanya mampu menyerap gas dan tidak mampu menyerap partikulat. Jika mengingat biologi pada sekolah dasar, kita tahu bahwa daun memiliki stomata (mulut di permukaan daun) yang membantu pohon bernapas, yaitu dengan menangkap gas karbon dioksida (CO2). Namun, seiring dengan meningkatnya tingkat polusi, stomata juga akan menyerap gas-gas lain seperti NOx, SO2, CO, dan VOCs. Menangkap gas-gas lain yang ‘seharusnya tak ikut tertangkap’ ini dapat memperlemah tumbuhan karena ia tidak dirancang untuk menyerapnya dalam jumlah besar. Sebagai contoh, SO2 dapat membuat warna daun menguning, sementara NOx dapat menutup stomata dan meninggalkan bercak cokelat pada daun.

🍃 Partikulat hanya akan ‘tertangkap’ di permukaan daun, bukan ‘tersaring’

Partikulat tidak sama dengan gas. Ia cenderung berbentuk padat dan solid. Sementara itu, daun pada tanaman bukan penyaring padatan. Polusi partikulat yang 'tersisa' akan tetap melayang-layang di udara, kemudian ‘jatuh’ dan ‘tertangkap’ di dedaunan, hingga dia mengkristal atau menumpuk di permukaan tumbuhan. Pada akhirnya, partikulat ini akan kembali lagi ke atmosfer, tersapu oleh hujan, atau jatuh ke tanah bersama daun dan ranting. Oleh karena itu, pepohonan dan tumbuh-tumbuhan hanya berfungsi sebagai tempat penampungan sementara partikulat.

🌴 Hijau dan rindang bukan berarti bersih udaranya

Banyak orang yang masih salah kaprah, mengira bahwa adanya kawasan hijau meningkatkan kualitas udara. Peneliti dari Shanghai menunjukkan hasil studi eksperimennya bahwa kenaikan PM2.5 sebesar 30% terjadi di sekitar area yang penuh dengan pepohonan. Selain itu, studi dari U.S. EPA menyatakan bahwa pepohonan hanya mengurangi konsentrasi polusi PM2.5 sebanyak 0,24% saja! ☝🏻

Kali ini, tim Nafas akan membahas kualitas udara di daerah yang terkenal ‘hijau’ di kotanya: Gunung Pati di Semarang dan Ubud di Pulau Bali.

Yuk, kita lihat apakah daerah hijau tersebut benar-benar bebas polusi udara!

🏞️ Gunung Pati

Di bawah ini adalah peta sensor Nafas di Semarang pada bulan Mei 2023, dengan lingkaran warna ungu (tanda kualitas udara ‘Sangat Tidak Sehat’) adalah daerah Gunung Pati.



Kawasan Gunung Pati di Kota Semarang terlihat lebih ‘hijau’ dibandingkan wilayah Semarang Tengah dan Semarang Barat, tetapi terkadang tingkat polusinya tinggi.

Coba lihat grafik perbedaan jumlah polusi udara di Gunung Pati (garis biru) dan DKI Jakarta (garis hitam) berikut!



Tingkat polusi di Gunung Pati ternyata terlihat lebih tinggi dibandingkan wilayah yang lebih minim pohon, termasuk DKI Jakarta. Penyebabnya adalah sumber polusi hiperlokal dan bawaan yang didukung oleh pergerakan angin akibat pengaruh topografi dan kondisi geografis Gunung Pati. Berdasarkan studi US EPA tadi, dengan rata-rata tingkat PM2.5 pada Januari hingga Juli 2023 yang sebesar 36 µg/m3, dapat disimpulkan bahwa Gunung Pati (Semarang) membutuhkan pengurangan polusi PM2.5 sebanyak 86% untuk mendapatkan udara sehat sesuai batas paparan tahunan WHO (5 µg/m3).

🏞️ Ubud

Sekarang mari menyebrang ke pulau selanjutnya: Bali! Di bawah ini adalah peta sensor Nafas di Pulau Bali, dengan lingkaran warna merah (tanda kualitas udara ‘Tidak Sehat’) adalah daerah Ubud. Kawasan Ubud juga terlihat lebih hijau dibandingkan Sanur. Namun, polusi PM2.5 secara rata-rata lebih tinggi di Ubud dibandingkan Sanur.



Namun bila dibandingkan rata-rata DKI Jakarta (garis hitam), kualitas udara di Ubud (garis biru) masih relatif lebih baik di sepanjang 2023 ini. Artinya, tingkat polusi di DKI Jakarta masih lebih tinggi dibandingkan Ubud.



Kawasan Ubud juga terlihat lebih hijau dibandingkan Sanur. Tapi, polusi PM2.5 secara rata-rata lebih tinggi di Ubud dibandingkan Sanur.

🌳 Penghijauan saja tidak cukup mengatasi masalah polusi udara

Kenyataannya, kita cenderung lebih bergantung pada kondisi atmosfer dan kecepatan angin untuk mengurangi polusi udara. Adanya angin kencang lebih efektif untuk menurunkan kadar polutan di udara. Kehadiran pohon memang baik untuk mengatasi polusi gas, tetapi belum cukup untuk mengurangi kadar partikulat (PM2.5) yang membahayakan kesehatan.

Untuk meningkatkan kualitas udara, upaya dan keterlibatan banyak pihak sangat diperlukan, seperti peralihan ke energi ramah lingkungan, pengurangan bahan bakar fosil, dan masih banyak lagi, sehingga fungsi penghijauan juga lebih efektif.

✅ Rutin cek kualitas udara di aplikasi Nafas sebelum beraktivitas keluar rumah untuk memulai kebiasaan hidup sehat!