LEARN / BLOG

Bagaimana polusi PM2.5 meningkatkan risiko demensia?


WRITTEN BY

Anggid Primastiti

PUBLISHED

01/11/2022

LANGUAGE

EN / ID

English / Indonesia


Demensia adalah masalah yang terus berkembang seiring dengan semakin banyaknya orang lansia. Gagasan tentang polusi udara yang meningkatkan risiko demensia telah ada selama beberapa waktu.

🤓 Dalam artikel ini, Anda akan memperoleh beberapa informasi tentang:

  • Bahaya PM2.5 berbahaya dan pengaruhnya terhadap lansia, khususnya dalam meningkatkan risiko demensia.
  • Sebuah studi dari Amerika Serikat menyimpulkan bahwa paparan PM2.5 dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia sebesar 16% untuk setiap peningkatan 10 µg/m3 dalam PM2.5, dengan konsentrasi dasar 25 µg/m3.
  • Ada banyak senyawa kimia berbahaya pada permukaan PM2.5 yang dapat mengaktifkan sel-sel kekebalan sistem saraf pusat, yang mengakibatkan peradangan saraf.

Demensia adalah gangguan yang dapat berupa kehilangan ingatan, kecemasan, halusinasi, dan perubahan suasana hati. Beberapa riset menemukan bahwa polusi udara perkotaan, terutama dari kendaraan, berkaitan dengan risiko demensia yang lebih tinggi.


Bahaya PM2.5 dan pengaruhnya pada orang tua

Particulate Matter (PM2.5) adalah partikulat halus yang terkandung dalam polusi udara, dengan diameter kurang dari 2,5 mikrometer. Karena ukurannya yang kecil, partikel ini dapat dengan mudah terhirup, masuk ke dalam paru-paru, melewati alveolus, dan masuk ke dalam aliran darah kita.

Sumber: World Health Organization (WHO)


Penelitian telah menunjukkan bahwa PM2.5 memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan lansia bahkan pada tingkat yang rendah. Paparan kronis terhadap PM2.5 tingkat tinggi mempercepat penurunan kognitif di usia tua dan meningkatkan risiko demensia, penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, dan penyakit kardiovaskular.


Paparan PM2.5 terkait dengan peningkatan risiko demensia

Penelitian besar telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir untuk menentukan apakah tinggal di daerah dengan tingkat polusi udara yang tinggi meningkatkan risiko demensia. Sebuah studi dari 6,6 juta orang Kanada yang diterbitkan pada tahun 2016 menemukan kemungkinan hubungan antara demensia dan tinggal di dekat jalan yang sangat sibuk. Menurut penelitian tersebut, orang yang tinggal dalam jarak 50 meter dari jalan utama 7% lebih mungkin mengalami demensia daripada mereka yang tinggal lebih dari 300 meter, di mana tingkat partikel halus bisa mencapai 10x lebih rendah.

Ada juga beberapa penelitian yang menunjukkan paparan PM2.5 sebagai faktor risiko untuk semua penyebab demensia.

📕 Misalnya, sebuah studi dari Swedia memperkirakan bahwa 5% dari kasus demensia tahunan dapat dikaitkan dengan paparan PM2.5.

📖 Tinjauan sistematis lainnya menyimpulkan bahwa paparan PM2.5 dikaitkan dengan 16% risiko demensia yang lebih tinggi per 10 µg/m3 peningkatan konsentrasi PM2.5 adalah mulai dari 25 µg/m3.


Bagaimana PM2.5 menyebabkan demensia

Terdapat banyak bukti bahwa paparan PM2.5 memainkan peran penyebab penting dalam berbagai gangguan neurologis, termasuk demensia. PM2.5 dapat mengaktifkan sel-sel kekebalan sistem saraf pusat, yang mengakibatkan peradangan saraf. Pada permukaan partikel PM2.5, terdapat senyawa kimia yang melekat, seperti karbon hitam dan sulfat. Dalam satu penelitian, dinyatakan bahwa paparan jangka panjang terhadap PM2.5 dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia karena kontribusi karbon hitam dan sulfat pada permukaannya.


Polusi PM2.5 dapat mempercepat penurunan kognitif

Tim ilmuwan di University of Southern California's Davis School of Gerontology yang mempelajari lebih dari 13.000 orang dewasa berusia di atas 50 tahun mencoba menganalisis efek dari paparan PM2.5 terhadap otak, dengan rentang kadar PM2.5 adalah 4.5 hingga 20.7 μg/m3. Berdasarkan nilai tes kognitif yang telah dipelajari dan dipetakan dengan konsentrasi polusi udara, mereka menyimpulkan bahwa otak mereka yang tinggal di daerah dengan polusi tinggi ternyata berusia tiga tahun lebih cepat menua daripada mereka yang tinggal di daerah yang paling sedikit polusinya.


🧐 Lalu bagaimana dengan kualitas udara di Indonesia saat ini? Apakah sudah berada di dalam batas aman untuk kelompok sensitif?

Mari kita lihat grafik berikut! Dalam satu tahun terakhir, Jabodetabek tidak pernah menyentuh standar yang telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 5 μg/m3.

Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa puncak PM2.5 ada di bulan April dan Juli 2022, dengan PM2.5 mencapai 14 kali lipat di atas standar WHO.


Selanjutnya, jika menelisik lebih dalam beberapa lokasi sensor Nafas, seperti di Bintaro, polusi PM2.5 udara mencapai berkali-kali di atas batas anjuran WHO.

Dari grafik tersebut, dapat diketahui bahwa polusi PM2.5 di Bintaro telah mencapai 17x di atas batas anjuran WHO selama bulan September hingga tanggal 17 Oktober 2022.


Rupanya, hal serupa juga terjadi di Gunung Sindur. Coba lihat grafik berikut!

Kita bisa melihat bahwa, dari grafik tersebut, polusi PM2.5 di Gunung Sindur mencapai 16x di atas batas anjuran WHO.


Selanjutnya, di Kedaung Kali Angke, Jakarta Barat.

Hasilnya, PM2.5 terukur adalah 13x di atas standar WHO.


Selanjutnya, mari kita lihat data di Karangsari, Tangerang!

Kondisinya juga tetap tidak memenuhi standar WHO.


Sensor Nafas di Driyorejo, Sidoarjo, rupanya juga memperlihatkan tingkat polusi PM2.5 yang tinggi.

Dari grafik tersebut, polusi PM2.5 mencapai 10x di atas batas anjuran WHO.


Terakhir, di Ngaliyan, Semarang, grafik juga menunjukkan konsentrasi rata-rata harian polusi PM2.5 7x di atas batas WHO.

Dari grafik-grafik tersebut, kita bisa melihat bahwa kualitas udara di Indonesia belum memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan oleh WHO. Meskipun akhir-akhir ini terdapat perbaikan kualitas udara dengan datangnya musim hujan, rata-rata kualitas udara masih tidak sehat, khususnya bagi grup sensitif.


Mulai lindungi diri dari polusi udara demi mencegah risiko demensia

Kiat-kiat berikut ini patut dicoba dan dibiasakan untuk membantu Anda terhindar dari demensia dan paparan polusi udara yang dapat memperburuknya:

🌬️ Biasakan hidup sehat dengan memantau kualitas udara. Mengetahui tren polusi udara dapat membantu Anda mempelajari kapan harus tetap berada di dalam ruangan untuk menghindari polusi di luar ruangan, serta merencanakan kegiatan setelahnya.

🚴🏼 Berolahraga secara teratur. Olahraga teratur dapat membantu Anda fokus dan membantu daya tahan tubuh tetap kuat. Jika kualitas udara di luar buruk, Anda bisa berolahraga di dalam dengan yoga dan melakukan tarian aerobik, misalnya.

🧠 Rutin melatih otak Anda, seperti membaca buku dan mengerjakan teka-teki silang. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan otak Anda untuk fokus, mengingat, dan berpikir.

🏡 Pertimbangkan untuk menggunakan pembersih udara di dalam ruangan. Banyak orang menghabiskan hingga 90% atau lebih dari hari mereka di dalam ruangan. Sebaiknya, pertimbangkan pembersih udara untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruangan.

Menjaga dan meningkatkan kesehatan mental dan fisik adalah investasi seumur hidup. Bersama Nafas, mulailah memantau kualitas udara di rumah Anda untuk kualitas udara dan gaya hidup yang lebih sehat.