LEARN / BLOG

Apakah menanam pohon benar-benar menyelesaikan masalah polusi udara?


WRITTEN BY

Anggid Primastiti

PUBLISHED

14/07/2022

LANGUAGE

EN / ID

English / Indonesia


Sebagai manusia, kita membutuhkan pohon untuk menghasilkan oksigen yang akan kita hirup. Kita membutuhkan pohon di suatu daerah agar sejuk, segar, dan tenang. Selain itu, sebagian dari Anda mungkin juga berpikir bahwa tinggal atau beraktivitas di kawasan hijau akan bebas dari polusi udara. Namun, rupanya beraktivitas di area yang banyak pepohonan tidak selalu melindungi Anda dari paparan polusi udara.

Inilah alasannya.


Polusi udara terdiri dari gas dan partikel

Di sekitar kita, terdapat setidaknya dua jenis kontaminan dalam polusi udara, yaitu gas, non gas, dan partikel. Gas adalah suatu materi yang tidak memiliki bentuk atau volume tetap. Beberapa contoh gas polutan adalah NOx, SO2, CO, dan hidrokarbon. Selain itu, ada juga partikel dalam polusi udara, yaitu potongan-potongan kecil yang terdiri dari padatan atau cairan di udara. Contoh dari partikel adalah debu, kotoran, dan jelaga. Partikulat dapat dikategorikan berdasarkan ukuran diameternya. PM10 adalah partikel yang memiliki diameter kurang dari 10 mikrometer dan partikel PM2.5 memiliki diameter kurang dari 2,5 mikrometer.

Karena ukurannya yang kecil, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyorot PM2.5 sebagai polutan yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Partikel kecil ini dapat terhirup dan menembus jauh ke dalam paru-paru, menyebabkan efek kesehatan yang serius. Komponen-komponen dalam polusi udara, baik gas maupun partikel, dihasilkan oleh beberapa sumber pencemaran udara, seperti pembakaran bahan bakar fosil, menara pembangkit batubara, pembakaran sampah, knalpot diesel, dan gesekan ban karet kendaraan denga jalan. Keduanya juga diukur oleh sensor Nafas di beberapa wilayah tertentu.


Daun dapat menyerap gas, bukan partikel

Salah satu perbedaan antara gas dan partikel adalah cara pohon bereaksi terhadap keduanya. Gas dapat diserap oleh daun, sedangkan partikel tidak dapat diserap oleh daun. 

Mari kita pelajari biologi kembali!

Daun menyerap gas melalui stomata. Stomata adalah bagian lubang kecil di permukaan daun yang berfungsi menangkap gas dan mengubahnya menjadi energi melalui fotosintesis. Mereka dirancang untuk menyerap CO
2, tetapi ketika tingkat polusi meningkat, mereka juga akan menyerap gas lainnya. Ilmu sains telah menunjukkan bahwa gas lain dalam polusi udara, seperti SO2, NOx, dan CO, dapat merusak dan melemahkan tanaman. Contoh gas yang merusak tanaman adalah SO2 yang dapat menyebabkan klorosis pada daun. Selain itu, pada 0,5 ppm, NOx juga dapat merusak daun dan menghambat pertumbuhan. 

Lantas, bagaimana dengan partikel?

Akibat berbentuk padat, pohon dan daun tidak dapat menyaring polusi PM2.5. Namun, hal tersebut bukan berarti pohon tidak bisa menghilangkan polusi udara. Daun pada pohon dapat menangkap polusi melalui proses yang disebut deposisi. Beberapa partikel ditangkap oleh jaringan pohon, tetapi sebagian besar tertahan di permukaan tanaman. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti struktur mikro daun, kerapatan cabang dan daun, tekstur daun, dan sudut daun. Partikel-partikel yang tertangkap oleh daun akan lepas dan masuk kembali ke atmosfer, tersapu oleh hujan, atau jatuh ke tanah sebagai daun dan ranting. Dengan demikian, vegetasi hanya berfungsi sebagai tempat retensi sementara bagi partikel.


Area dengan banyak pohon ≠ kualitas udara sehat

Salah satu miskonsepsi yang sering kita temukan adalah menanam pohon merupakan solusi tepat untuk meningkatkan kualitas udara dengan menghilangkan polusi udara. Sebuah studi dari Swedia mendokumentasikan bahwa pohon dan vegetasi kanopi yang lebih tinggi lainnya dapat meningkatkan konsentrasi PM2.5 di dalam ngarai jalanan dengan mengurangi turbulensi dan pencampuran udara segar dengan udara tercemar di dalam ngarai.

Eksperimen lapangan menarik lainnya di Shanghai menunjukkan peningkatan hingga 30% konsentrasi PM2.5 di dekat bangunan karena pepohonan. Pencemar utama yang kita hadapi di Indonesia adalah PM2.5, yang seperti kita ketahui paling sedikit dipengaruhi oleh jumlah pohon yang kita miliki. Bahkan, menurut sebuah studi dari US EPA, penghilangan PM2.5 dari udara oleh pohon hanyalah 0,24%.

Sebagai referensi, berikut adalah 5 tempat dengan kualitas udara terburuk pada Juni 2022 di Indonesia:

  1. Cipayung - 74
  2. Cibubur - 74
  3. Serpong - 70
  4. Cibinong - 70
  5. Tambun Selatan - 67


Pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk paparan tahunan hanya 5 μg/m3. Hal ini menjelaskan bahwa untuk mencapai 5 μg/m3, kita memerlukan pengurangan konsentrasi PM2.5 sebesar:

  1. Cipayung, 93.2%
  2. Cibubur, 93.2%
  3. Serpong, 92.8%
  4. Cibinong, 92.8%
  5. Tambun Selatan, 92.6%


Untuk membuktikannya, berikut adalah beberapa data dari sensor Nafas di sekitar area hijau yang menunjukkan kualitas udara.

  • SERPONG - salah satu area paling "hijau" menurut berbagai hasil publikasi.

    2021 PM2.5 - 51

    2022 PM2.5 YTD - 55

    Tingkat PM2.5 sekitar 28% lebih buruk daripada DKI Jakarta yang memiliki lebih sedikit pohon.



  • CIBINONG - salah satu area paling "hijau" menurut berbagai hasil publikasi.

    2021 PM2.5 - 57

    2022 PM2.5 YTD - 61

    Tingkat PM2.5 sekitar 42% lebih buruk daripada DKI Jakarta yang memiliki lebih sedikit pohon.



  • TARUMAJAYA - salah satu area paling "hijau" menurut berbagai publikasi.

    2021 PM2.5 - 51

    2022 PM2.5 YTD - 43


    Tingkat PM2.5 sekitar 16% lebih buruk daripada DKI Jakarta yang memiliki lebih sedikit pohon.

    Hal ini tidak selalu terjadi. Berikut data dari salah satu sensor Nafas di area hijau.

  • GUNUNG GEULIS - lingkungan di daerah Sentul.

    2021 PM2.5 - 25

    2022 PM2.5 YTD - 21

    Level PM2.5 sekitar 51% lebih baik daripada DKI Jakarta yang memiliki lebih sedikit pohon.


Atmosfer dan cuaca memiliki dampak yang lebih besar terhadap kualitas udara

Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kita jauh lebih bergantung pada cuaca dan atmosfer dalam menentukan tingkat polusi udara. Persentase terbesar peningkatan kualitas udara cenderung terjadi pada kondisi berangin dengan ketinggian lapisan batas yang rendah. University Corporation For Atmospheric Research (UCAR) menyebutkan kondisi atmosfer yang menciptakan cuaca, seperti angin, tekanan udara, suhu, dan kelembapan, mempengaruhi kualitas udara. Angin kencang lebih mampu mengangkut polusi udara dari satu daerah ke daerah lain, bahkan hingga lintas negara.

Sebuah studi menarik menyebutkan bahwa keberadaan pohon dapat meningkatkan konsentrasi partikulat dengan mengubah suhu udara, memancarkan senyawa organik yang mudah menguap, dan mengubah konsumsi energi. Tingkat PM2.5 dapat meningkat jika pohon menjebak partikel di bawah kanopinya di dekat sumber emisi. Rupanya, kehadiran pohon tetaplah baik untuk mengurangi gas dalam polusi udara, tetapi bukan solusi yang paling optimal untuk mengurangi konsentrasi PM2.5 di udara kita. Menanam pohon mungkin membantu dalam pengurangan polusi udara, tetapi desain skala lokal pohon perkotaan penting untuk dipertimbangkan.


Pentingnya memantau kualitas udara sebelum mulai beraktivitas

Ternyata, dikelilingi pepohonan bukan berarti aman dari paparan polusi udara. Daerah yang rindang dan hijau belum cukup untuk menjamin kualitas udara yang kita hirup. Oleh karena itu, memantau kualitas udara dengan rutin sangat penting untuk menjaga tubuh kita dari paparan polusi udara. Nafas telah memasang lebih dari 140 sensor di beberapa kota di Indonesia untuk memantau kualitas udara. Hasil data pengukuran sensor Nafas bersifat real-time, selalu diperbarui setiap 10 menit, dan dapat diakses melalui aplikasi Nafas. Dengan rutin memantau kualitas udara di luar ruangan, Anda dapat menentukan langkah yang tepat sebelum memulai aktivitas Anda.

Nafas selalu berusaha memperluas jaringan sensor kami lebih jauh. Kamu juga bisa menjadi host sensor kami dengan mendaftarkan dirimu
disini.


Referensi:

How Weather Affects Air Quality | UCAR Center for Science Education. Scied.ucar.edu. https://scied.ucar.edu/learning-zone/air-quality/how-weather-affects-air-quality 

Janhäll, S. (2015). Review on urban vegetation and particle air pollution – Deposition and dispersion. Atmospheric Environment, 105, 130–137. https://doi.org/10.1016/j.atmosenv.2015.01.052

Jin, S., Guo, J., Wheeler, S., Kan, L., & Che, S. (2014). Evaluation of impacts of trees on PM2.5 dispersion in urban streets. Atmospheric Environment, 99, 277–287. https://doi.org/10.1016/j.atmosenv.2014.10.002 

Nowak, D. J., Hirabayashi, S., Bodine, A., & Hoehn, R. (2013). Modeled PM2.5 removal by trees in ten U.S. cities and associated health effects. Environmental Pollution, 178, 395–402. https://doi.org/10.1016/j.envpol.2013.03.050